Jakarta, Apa yang diminta oleh Din Syamsuddin untuk meminta pemerintah mengembalikan IUP/PKPPB kepada seorang pengusaha Muhammadiyah yang diduga dikriminalisasi didukung penuh oleh Koalisi Pembela Konstitusi dan Kebenaran (KP-K&K).
Menurut Sekjen KP-K&K pemerintah tidak perlu sibuk memberi PHP dengan membagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Muhammadiyah dan Ormas lainnya. Lebih baik pemerintah kembalikan IUP/PKPPB kepada seorang pengusaha Muhammadiyah yang merasa dikriminalisasi.
Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015 itu, pengusaha Muhammadiyah tersebut Alm. H. Asri asal Kalimantan, dimasukkan ke dalam penjara dengan tuduhan pemalsuan dokumen lahannya.
Karena tuduhan tidak berdasar itu maka sang pengusaha Muhammadiyah itu terpaksa menjual lahannya walau tidak dibayar penuh. Usai bebas dari penjara, pengusaha itu meninggal dunia.
Menurut Din, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan beliau bebas dan tuduhan terhadapnya tidak beralasan. Dengan demikian, seyogyanya akte jual beli dianggap batal demi hukum, dan lahan batu bara dikembalikan kepada Ahli Waris Alm. H. Asri.
Diduga keras itu berkat ulah pengusaha asal Singapura Low Tuck Kwong yang pada mulanya hanya diundang sebagai kontraktor, tapi lambat laun ingin menguasai lahan. Din menyebut kasus ini terjadi pada 1990-an. Ketika IUP/PKPPB atas lahan batu bara sekitar 100.000 Ha hak H. Asri di Kalimantan Timur dipaksa untuk dijual
Diduga ada dukungan para pejabat di Mabes Polri dan Departemen Pertambangan waktu itu niat jahat Low Tuck Kwong tercapai dengan memaksa H. Asri menjual (padahal IUP tidak boleh dialihkan) kepada seorang penguasa Singapura, pemilik PT Gunung Bayan Pratama Coal.
Kemungkinan Low Tuck Kwong belakang menjadi Warga Negara Indonesia dengan berganti nama. Ia menjadi salah seorang terkaya di Indonesia dengan menguasai aset negara tersebut. Beberapa mantan petinggi Mabes Polri dan Kementerian ESDM atau keluarganya menjadi komisaris di PT Gunung Bayan Pratama Coal.
"Bila benar apa yang dikatakan Din, maka ini merupakan contoh kolusi dan korupsi yang nyata dalam bidang pertambangan di negeri ini." Tukas Suta, Sabtu (22/6) sore di Jakarta.
"Bisa jadi yang disampaikan Din hanyalah puncak gunung es dari penjarahan SDA negeri ini secara tidak sah. Pihak asing dengan bersekongkol bersama pejabat dapat menguasai aset negara demi keuntungan pribadi dan keluarganya. Apalagi Din juga mengaku pernah didatangi oleh ahli waris dan kuasa hukumnya untuk meminta bantuan Muhammadiyah saat masih menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah."Lanjut Suta.
Menurut Suta dengan memberi konsesi tambang batu bara kepada Ormas Keagamaan dengan kontraktor dari pihak ketiga akan berpotensi buruk ke depan. Mengapa demikian?
"Lebih baik pemerintah, khususnya Menteri Bahlil, menegakkan keadilan dan kebenaran, yaitu dengan mengembalikan izin penguasaan tambang dari pengusaha asing kepada pengusaha Muhammadiyah atau pengusaha nasional. Ini lebih konstitusional sesuai dengan UUD 1945."Tutup Suta.