Arham Beri Tanggapan Kritis Terkait Pekerjaan Jalan Beton di Malaka Soppeng

Notification

×

Tag Terpopuler

Arham Beri Tanggapan Kritis Terkait Pekerjaan Jalan Beton di Malaka Soppeng

Jumat, 20 Desember 2024 | Desember 20, 2024 WIB Last Updated 2024-12-21T07:33:13Z


Makassar (MNC), Arham MSi La Palellung, Ketua Umum Lembaga Hukum Indonesia (LHI) dan Ketua Umum Asosiasi Media Jurnalis Indonesia (AMJI) RI, menyampaikan tanggapannya terkait pekerjaan jalan rabat beton yang sedang berlangsung di Malaka, Kabupaten Soppeng. Dalam sebuah video yang diterima, terlihat jelas keretakan pada jalan rabat beton yang belum juga dilewati kendaraan, bahkan sebelum pengerjaan selesai.


"Saya melihat bahwa keretakan tersebut mulai muncul dari sisi bawah jalan dan merambat ke tengah badan jalan. Ini sangat mengkhawatirkan, apalagi jalan tersebut belum sempat digunakan," kata La Palellung usai menonton video tersebut pada Sabtu, 21 Desember 2024 di Makassar.


Meskipun tidak memiliki keahlian teknis dalam bidang konstruksi, La Palellung memberikan beberapa dugaan penyebab keretakan tersebut.

 "Berdasarkan pengetahuan saya yang terbatas, kemungkinan besar ada beberapa faktor yang berperan. Di antaranya adalah campuran material yang tidak seimbang, kualitas beton yang rendah, penguapan beton yang terlalu tinggi saat pengerasan, serta lapisan beton bawah yang tidak dipadatkan dengan baik. Hal ini bisa menyebabkan beton menjadi lemah dan mudah retak. Selain itu, campuran beton yang terlalu banyak air juga berpotensi menjadi penyebab," ujarnya.


La Palellung juga menegaskan bahwa meskipun dirinya bukan ahli di bidang tersebut, ia tetap merasa perlu mengungkapkan pandangannya. "Namun, tentu saja saya menyarankan agar Anda mengonfirmasi hal ini dengan para ahli di bidangnya. Ini hanya pandangan saya berdasarkan pengetahuan yang terbatas," tambahnya.


Sebagai aktivis antikorupsi, La Palellung menyoroti potensi penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur. "Kami selalu mengkritisi dugaan-dugaan korupsi yang terjadi dalam proyek-proyek pembangunan, terutama yang menggunakan anggaran daerah atau negara. Namun, hasilnya sering kali tidak optimal atau tidak bertahan lama," tegasnya.


 "Jika pekerjaan jalan ini terbukti tidak memenuhi standar, maka tentu saja hal itu merugikan masyarakat dan patut diduga sebagai penyimpangan."


Sebelumnya, pembangunan jalan di Malaka sempat menuai protes terkait dugaan material pasir yang bercampur tanah. Protes ini ditanggapi oleh pihak kontraktor yang membantah tuduhan tersebut. Pihak pelaksana pun menyampaikan hak jawab kepada wartawan yang memberitakan hal tersebut, meskipun pertemuan tidak menghasilkan kesepakatan.


La Palellung menanggapi hal ini dengan menyayangkan sikap pihak yang merasa dirugikan. "Saya heran kenapa ada pihak yang merasa dirugikan tetapi malah mempersulit proses hak jawab. Seharusnya, jika ada kekeliruan dalam pemberitaan, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan hak jawab atau koreksi dengan cara yang benar. Wartawan memiliki kewajiban untuk melayani hak jawab sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," jelasnya.


La Palellung menegaskan bahwa sesuai dengan UU Pers, hak jawab seharusnya diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan dengan mengirimkan surat permohonan secara resmi kepada media yang memuat berita tersebut. Surat tersebut harus mencantumkan identitas lengkap, serta klarifikasi dan permintaan perbaikan atas pemberitaan yang dimaksud.


"Aneh jika pihak yang merasa dirugikan justru menuding wartawan tidak profesional. Wartawan hanya melaksanakan tugasnya untuk memberitakan fakta yang ada di lapangan. Jika ada kekeliruan, hak jawab harus disampaikan dalam format yang sesuai dan dihormati," tandas La Palellung.


Selain itu, La Palellung menambahkan bahwa media tidak diwajibkan menyediakan formulir khusus untuk hak jawab. "Pihak yang merasa dirugikan harus menyusun tanggapan mereka secara tertulis dan menyampaikannya kepada redaksi media. Inilah prosedur yang benar, sesuai dengan UU Pers," tegasnya.


La Palellung juga mengungkapkan kecurigaannya terhadap sikap pihak yang merasa dirugikan. "Keengganan mereka untuk diwawancarai atau untuk direkam saat menyampaikan hak jawab bisa jadi karena mereka merasa klaim mereka lemah atau tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk mendukung argumen mereka," pungkasnya.


Menutup pembicaraan, La Palellung juga mengimbau kepada rekan-rekan wartawan untuk terus memantau perkembangan pekerjaan jalan rabat beton di Malaka. 


"Saya meminta rekan-rekan wartawan untuk terus melakukan pemantauan dan dokumentasi atas pekerjaan ini. Hal ini penting sebagai bahan bukti, jika nantinya pekerjaan ini selesai namun tidak memenuhi standar atau hasilnya tidak optimal. Dokumentasi yang ada dapat menjadi dasar yang kuat untuk melaporkan apabila terjadi penyimpangan atau kegagalan dalam proyek ini," tutup La Palellung.